Puan Desak Perbaikan Pendidikan Dasar di DPR, Apa Langkahnya?

Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyuarakan keprihatinan mendalam tentang sistem pendidikan dasar yang dinilai belum optimal. Kekacauan dalam proses SPMB 2025/2026 menjadi bukti nyata perlunya perubahan mendesak.
Fakta mengejutkan terungkap: 45% orang tua di empat kota besar melaporkan masalah serius dalam sistem zonasi sekolah. Praktik tidak transparan ini berdampak langsung pada masa depan anak-anak Indonesia.
“Pendidikan harus menjadi ruang paling inklusif, bukan sumber ketidakpastian,” tegas Puan. Pernyataan ini disampaikan menanggapi laporan manipulasi data domisili siswa di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Makassar.
Krisis tata kelola pendidikan ini menjadi tantangan besar menuju Indonesia Emas 2045. Artikel ini akan mengupas solusi strategis yang diusulkan untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan berkualitas. Lebih lanjut tentang komitmen DPR memperbaiki pendidikan bisa dibaca di sini.
Latar Belakang Desakan Puan Maharani
Data terbaru mengungkap fakta memprihatinkan tentang kondisi literasi siswa di Indonesia. Komisi X DPR menemukan ribuan anak SMP kesulitan membaca dan menulis, bahkan di daerah yang tergolong maju. Hal ini memicu keprihatinan serius dari Ketua DPR RI, Puan Maharani.
Krisis Tata Kelola Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan nasional dinilai terlalu fokus pada nilai akademis tanpa memastikan kualitas pemahaman dasar. Di Buleleng, Bali, 34.062 siswa SMP tercatat memiliki masalah literasi. Padahal, kemampuan membaca dan menulis adalah pondasi sumber daya manusia unggul.
Kasus di Serang, Banten, lebih ironis. Siswa kelas 1 SMP kesulitan menulis “Indonesia Raya”. Ini menunjukkan sistem yang gagal membangun kompetensi minimal. Kebijakan kenaikan kelas otomatis turut memperparah masalah.
Temuan Komisi X DPR tentang Kemampuan Literasi Siswa
Komisi X DPR mencatat disparitas mencolok antardaerah. Di Bali, 208 siswa kategori tidak lancar membaca, sementara di Banten, masalahnya lebih kompleks. Sebanyak 60% sekolah dasar di daerah 3T bahkan tak punya program literasi memadai.
“Naik kelas tanpa literasi = bangun masa depan di fondasi rapuh,” tegas Puan Maharani dalam rapat dengan Komisi X DPR.
Temuan ini semakin relevan dengan target Indonesia Emas 2045. Tanpa perbaikan mendasar, gap kualitas SDM akan sulit tertutup. Lebih banyak data tentang isu pendidikan bisa ditemukan dalam laporan lengkap.
Langkah Strategis Puan untuk Perbaikan Pendidikan Dasar
Peta jalan baru digagas untuk memperkuat fondasi pengetahuan generasi muda. Rencana ini mencakup tiga pilar utama yang saling terkait. Tujuannya menciptakan sistem pendidikan nasional yang lebih responsif terhadap kebutuhan belajar.
Revolusi Sistem Penerimaan Murid Baru
Mekanisme SPMB akan mengalami transformasi menyeluruh melalui:
- Audit independen terhadap sistem zonasi digital
- Penerapan verifikasi tiga lapis data domisili
- Peningkatan transparansi alokasi kursi sekolah
- Pelibatan aktif masyarakat dalam pengawasan
- Penyesuaian kebijakan berbasis data real-time
Langkah ini diharapkan mampu menciptakan pemerataan kualitas akses belajar di berbagai daerah.
Pemantauan Kemampuan Dasar Siswa
Model literacy mapping akan diadopsi untuk memetakan pemahaman siswa. Konsep ini terinspirasi dari kesuksesan Finlandia dalam:
- Assesmen berkala kemampuan baca-tulis-hitung
- Intervensi tepat sasaran berdasarkan hasil pemetaan
- Pelibatan orang tua dalam proses pemantauan
Sebanyak 50.000 guru akan dilatih sebagai pengawas literasi. Program Sekolah Rakyat juga akan diintegrasikan dalam skema ini.
Sinergi Pendidikan dan Pembangunan Nasional
Visi besar menjadikan pendidikan sebagai motor penggerak pembangunan. Beberapa langkah konkret yang disiapkan:
- Integrasi anggaran pendidikan dengan program prioritas
- Penurunan angka buta aksara muda sebesar 40% pada 2030
- Penguatan kolaborasi antar kementerian
- Penyelarasan kurikulum dengan kebutuhan sumber daya manusia
Targetnya, setiap kecamatan memiliki sekolah unggulan pada 2027. Ini akan mendongkrak kualitas pemahaman siswa secara merata.
“Transformasi pendidikan harus dimulai dari penguatan dasar, bukan sekadar polesan permukaan.”
Dengan pendekatan holistik ini, pemerataan kualitas belajar untuk semua anak-anak Indonesia bisa terwujud.
Tantangan dalam Mewujudkan Pendidikan Dasar yang Berkualitas
Upaya meningkatkan mutu belajar menghadapi berbagai hambatan kompleks. Mulai dari ketimpangan akses hingga praktik tidak sehat dalam penerimaan murid baru. Berikut analisis mendalam tentang tiga tantangan utama.
Masalah Zonasi dan Ketidakadilan Akses
Sistem zonasi sekolah justru memicu masalah baru. Di Jakarta, ditemukan 47 kasus pemalsuan KK menggunakan teknologi deepfake. Modus ini membuat anak dari wilayah lain bisa mendaftar di sekolah favorit.
Ironisnya, siswa ber-IQ tinggi justru gagal masuk karena aturan ketat. Mereka berasal dari zona yang kurang strategis. Padahal, kemampuan akademis mereka sangat menjanjikan.
Daerah | Kasus Manipulasi | Dampak |
---|---|---|
Jakarta | 212 kasus | Kuota zona terpakai 78% |
Bandung | 189 kasus | Kuota zona terpakai 65% |
Surabaya | 156 kasus | Kuota zona terpakai 71% |
Manipulasi Data dan Pungutan Liar
SPMB 2025 mencatat 1.200 pengaduan pungli. Sekolah favorit menjadi pelaku utama dengan 40% melakukan praktik ilegal. Biaya tambahan bisa mencapai Rp15 juta per siswa.
Komisi X menemukan bukti menarik:
- Pungutan terselubung berupa “donasi wajib”
- Biaya administrasi fiktif
- Pemalsuan dokumen pendukung
Kesenjangan Antar Daerah
Perbedaan fasilitas belajar antara kota dan desa sangat mencolok. Papua hanya memiliki rasio guru berkualitas 1:8 dibanding Jawa. Laboratorium sekolah di NTT 70% tidak layak pakai.
Faktor penyebab meliputi:
- Anggaran pendidikan tidak merata
- Infrastruktur transportasi buruk
- Keterbatasan akses teknologi
“Keadilan dalam belajar harus menjadi prioritas, bukan sekadar wacana.”
Dengan berbagai tantangan ini, upaya pemerataan kualitas pendidikan masih panjang. Perlu solusi menyeluruh untuk menjawab semua persoalan.
Kesimpulan
Transformasi sistem pendidikan nasional membutuhkan kerja sama semua pihak. Upaya ini bertujuan menciptakan pemerataan kualitas belajar bagi setiap anak di seluruh Indonesia.
Komitmen alokasi 20% APBN menjadi langkah penting. Target pembangunan 500 sekolah unggulan hingga 2030 akan memperkuat fondasi sumber daya manusia. Pengawasan anggaran menjadi kunci keberhasilan program ini.
Perubahan tidak bisa instan, tetapi harus dimulai sekarang. Dengan kolaborasi erat antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat, kualitas pendidikan yang lebih baik bisa terwujud.
“Masa depan bangsa ditentukan oleh bagaimana kita mempersiapkan generasi muda hari ini.”
➡️ Baca Juga: Inovasi Teknologi: Startup Indonesia Raih Penghargaan Internasional
➡️ Baca Juga: Daftar Restoran Home Cooking Miami